Translate

Rabu, 08 Agustus 2012

VERTICAL LIMIT

(11 Jam Menuju Puncak Gunung Slamet, Purbalingga, Jawa Tengah)

Gunung Slamet adalah salah satu gunung berapi aktif di Jawa Tengah, letaknya di Kabupaten Purbalingga, dengan ketinggian 3432 mdpl gunung Slamet termasuk gunung tertinggi di Jawa Tengah.
Pada postingan kali ini saya akan sedikit berbagi cerita tentang perjalanan saya bersama Tim Pendaki saat melakukan pendakian menuju puncak gunung Slamet.
Tim Pendaki berjumlah empat orang terdiri dari dua orang mahasiswa Universitas Negeri Semarang yaitu Dimas dan Coky, saya, dan Syukur. Start dimulai dari desa Kertanegara pukul 14.00. Diantara 4 anggota Tim, carrier bag ku berisi amunisi paling kumplit, mengingat pendakian sebelumnya yang saya lakukan untuk mendampingi pendaki gunung dari Semarang ditempuh dengan situasi sangat kurang nyaman dan berat. Mengapa? Karena pendaki yang saya dampingi kurang mengikuti petunjuk yang diberikan, dikiranya medan di gunung Slamet sama dengan Merbabu, Sumbing, atau Sindoro yang pernah mereka daki sebelumnya. Bekal yang mereka siapkan kurang memadai untuk sekedar menempuh perjalanan naik dan turun gunung Slamet. Dari pengalaman itu, pendakian kali ini saya menyiapkan amunisi cadangan jika pendaki yang saya dampingi kali ini juga kaget dengan medan gunung Slamet yang memiliki track sangat panjang dan berat.
Okey, kita mulai kisahnya….tweng…tweng…tweng…
1.      POSKO BAMBANGAN
Posko Bambangan
Pukul 14.00 Tim meluncur dari arah Desa Kertanegara, menggunakan 2 buah sepe da motor melewati Karanganyar – Bobotsari, lalu di desa Lambur berbelok menyimpang dari jalur utama Bobotsari – Purbalingga ke arah jalur pendakian melewati desa Sangkanayu, Serang, dan berakhir di Posko Pendakian Gunung Slamet di desa Bambangan. Posko sudah sangat ramai mengingat waktu itu tanggal 16 Agustus. Setelah mendaftarkan Tim di Posko dan menitipkan sepeda motor di rumah penduduk dengan tarif Rp5000,00 per sepeda motor, Tim melakukan ceking terakhir pada bekal amunisi yang dibawa, saya sarankan untuk membawa sebanyak-banyaknya air mineral, mengingat sepanjang jalur pendakian hanya ada mata air di Pos V, itupun sangat kecil, artinya kemungkinan mata air itu diserbu para pendaki, jadi sulit mendapatkan air cadangan, apalagi setiap bulan Agustus bertepatan HUT RI pasti terjadi kebakaran hutan karena kecerobohan segelintir pendaki.
2.      POS I
Sekitar pukul 18.20 setelah menunaikan shalat maghrib, Tim mulai menelusuri track pertama yang merupakan daerah persawahan penduduk, sepanjang + 1 km. Malam sudah mulai gelap, tetapi suasana sangat ramai, ribuan pendaki memenuhi track-track sempit di sepanjang persawahan. Dalam waktu sekitar 30 menit Tim tiba di POS I yang merupakan lapangan sepakbola. Mestinya di POS I ini pendaki mengikuti track dengan berbelok ke arah kanan melewati tempat sampah permanen di sudut lapangan, tetapi saya memutuskan untuk berjalan lurus melintasi lapangan, jalurnya lebih terjal tetapi lebih singkat.
3.      POS II (pondok Walang)



POS II (pondok walang) hanya kami lewati begitu saja, lagipula lokasinya sudah penuh sesak pendaki, tidak ada tempat bagi kami untuk sekedar meletakkan pantat.
4.      POS III (Pondok Cemara)
Sekitar pukul 20.00 tim tiba di POS III. POS III hanyalah sebuah tempat agak landai tetapi tidak terlalu luas, di Pos ini Tim memutuskan untuk beristirahat sebentar meskipun agak kesulitan mencari tempat beristirahat mengingat banyaknya pendaki beristirahat di Pos ini. 10-15 menit cukup beristirahat, tim melanjutkan perjalanan menuju POS IV.
5.      POS IV(Pondok samarantu)
Track dari Pos III ke Pos IV semakin berat, dipenuhi vegetasi hutan yang masih terjaga keperawanannya dengan track sempit di sela-sela akar-akar pohon, bahkan terkadang pendaki harus merangkak di bawah pepohonan besar yang tumbang atau semak belukar yang tinggi. Padatnya jalur pendakian makin memperlambat pendakian. Sekitar 1 jam perjalanan Tim tiba di POS IV, tim tidak berhenti karena di POS IV cukup padat pendaki, nyaris tak ada tempat beristirahat.
Tiba di POS IV konsetrasi Tim terganggu dengan adanya keri butan dari arah ketinggian, banyak pendaki berlarian turun dengan berteriak-teriak, kebakaran! Saya tidak terlalu kaget dengan situasi itu, karena hampir tiap kali mendaki Gunung Slamet di Hari Ulang Tahun RI, pasti terjadi kebakaran. Dua anggota Tim terpengaruh dan mulai gentar, tetapi satu anggota yang lain memiliki tekad yang sangat kuat untuk tetap melanjutkan. Timbul keraguan di hatiku, apa yang harus kuputuskan, turun…? Atau lanjut??? Akhirnya kuputuskan untuk tetap naik dengan catatan seluruh anggota Tim mulai irit amunisi untuk menjaga kemungkinan jelek harus bertahan dalam jebakan kebakaran. Kesulitan terjadi, karena track yang sempit harus digunakan untuk berpapasan dengan pendaki dari arah puncak yang berlarian. Sementara di sebelah kiri track adalah saluran air sempit yang dalamnya antara 3 – 4 meter, ditambah lagi instruksi dari Tim SAR menghimbau pendaki untuk mengurungkan niat naik ke puncak. Tapi kami harus tetap naik! Akhirnya agar tetap bisa naik, kubawa Tim untuk turun ke saluran air dan beristirahat hingga keributan berakhir.
6.      POS V (Pondok Mata Air)
Berjam-jam kami hanya duduk atau tiduran di dalam saluran air, sementara di atas kami ribuan pendaki berebut lintasan, ada yang naik, ada yang turun. Sekitar pukul 01.00, suasana sudah agak tenang, kami naik dari lobang parit. Dari arah bawah ada 6-7 orang warga Bambangan yang hendak naik menjemput keluarga mereka yang berjualan di POS V, mereka kawatir dengan adanya kebakaran hutan yang terjadi. Jadilah kami mempunyai teman sejalan yang sangat menguasai medan. Perjalanan agak terasa nyaman karena jumlah pendaki sangat jauh berkurang. Pukul  02.00 kami tiba di POS V. POS V berbeda dengan POS di bawahnya, lokasinya lebih luas, dan terdapat beberapa pedagang makanan yang menjual aneka makanan dari mendoan hingga soto, tetapi harganya…ampun deh… 5 – 10 kali lipat harga di desa. Di POS V kami memutuskan beristirahat lebih lama sambil menunggu informasi dari POS VI dan VII yang sedang dilanda kebakaran hutan.  
Di POS V tim beristirahat cukup lama bahkan sempat tidur hingga subuh. Meskipun hanya beralas semak belukar atau bersandar di carrier bag, karena tak ada satupun anggota tim yang membekali diri dengan tenda apalagi Sleeping Bag. Suasana lumayan tenang, jumlah pendaki tak lagi sebanyak ketika baru sampai di POS III dan IV, kebakaran hutan di sekitar POS VI membuat ribuan pendaki memutuskan turun membatalkan niat mendaki sampai puncak. Jam 04.30 tim kembali melanjutkan perjalanan menuju puncak.
7.      POS VI


POS VI
Dari POS V ke POS VI hanya ditempuh dalam waktu 15-20 menit. Di POS VI tim menyempatkan diri berfoto, kebetulan suasana sudah terang, pagi begitu cerah, dan yang istimewa, bunga Edelweis sedang mekar.
Usai berfoto-foto sebentar bersama rekan satu tim, kami melanjutkan perjalanan menempuh semak belukar dan sisa kebakaran menuju ke POS VII (Plawangan) yang tak terlalu jauh dari POS VI.

Nampang sejenak berkatar bunga Edelweis yang sedang mekar
8.      POS VII
Jarak POS VI ke POS VII memang sangat dekat, tetapi bukan berarti cepat ditempuh, karena medan terjal menghadang, dan sisa-sisa kebakaran mempersulit gerak tim. Dalam perjalanan antara POS VI – POS VII tim bertemu seorang anggota SAR yang sempat mengecek perbekalan amunisi kami, alkhamdulillah kami diperkenankan melanjutkan perjalanan bahkan kami sempat memberikan 1 botol air mineral ukuran besar untuk anggota Tim SAR tersebut.

 
  9.      Puncak Gunung Slamet


D i POS VII Plawangan tim beristirahat cukup lama sekitar 45 menit, perut sudah terasa keroncongan karena sepanjang perjalanan tim tak sempat membuka bekal makanan, disamping suasana yang memang sangat kacau terutama dari POS IV-POS VII. Tim mengalami kesulitan saat hendak memasak air sekedar untuk membuat secangkir kopi. Angin berhembus begitu kencang, walaupun kami berusaha mencari sela-sela bebatuan tetapi angin tetap tak mampu kami hindari. Akhirnya kami hanya makan apa yang bisa langsung dimakan saja tanpa diolah. Bukan roti tawar dengan ceres, tetapi ketupat berlauk rempeyek langsung terasa nikmat saat kami santap walaupun tangan berlumuran debu sehingga makanan kami pun terkontaminasi debu pula.
Untuk menuju puncak, medan yang harus ditempuh makin berat. Di depan kami menjulang tinggi puncak gunung slamet, tebing terjal berbatu pasir harus kami taklukkan dengan cara merangkak.
Pukul 07.15 Tim Pendaki berhasil mencapai Puncak Gunung Slamet.