Entah sudah berapa lama lelaki muda itu duduk di tepi jalan dibawah pohon ridang. Tangannya mengorek-ngorek tanah di depannya dengan sebatang dahan kering yang lapuk. Pikirannya berputar-putar tak karuan. Sudah beberapa hari ini lelaki muda itu selalu pulang dengan tangan hampa setelah pergi dari pagi hingga sore. "Ah...apa yang bisa kuberikan kepada isteriku hari ini? Sudah beberapa hari aku belum juga mendapat rizki..."
Sementara dahan kering di tangan kanannya terus digunakan mengorek-ngorek tanah di depannya, hingga sesaat lelaki muda itu berhenti bergerak, matanya menatap sekeping koin penyok menyembul dari balik tanah yang terserak karena korekan dahan keringnya. Diambilnya sekeping koin penyok itu. jari-jari tangannya mengusap-usap membersihkan koin dari gumpalan tanah yang membungkus. Sesekali mulutnya menyebulkan tiupan keras berharap koin itu bisa lebih bersih. Koin penyok itu adalah sebuah koin emas.
Kening lelaki muda itu berkerut sebentar, kemudian ia beranjak pergi meninggalkan tempat duduknya. Ia berjalan menuju sebuah toko perhiasan, ditawarkannya koin emas penyok itu, pemilik toko ternyata mau membeli koin emas. Si lelaki muda segera meninggalkan toko perhiasan dengan hati gembira, hari itu ia mendapat rejeki walaupun beberapa rupiah saja.
Beberapa saat berjalan ia melewati penjual kayu, dilihatnya setumpukan kayu yang begitu menarik perhatiannya. Ia berpikir, andaikata ia bisa membeli kayu itu dan membuatkan dipan untuk isterinya, tentu isterinya akan sangat senang. Dengan uang yang diterimanya dari toko perhiasan lalu dibelinya kayu tersebut. Kemudian ia memohon ijin kepada penjual kayu untuk meminjam alat-alat yang digunakannya untuk membuat dipan. Beberapa saat, kayu telah selesai dibuat menjadi dipan yang cantik dan kuat.
Hati lelaki muda itu makin berbunga-bunga membayangkan betapa senang hati isterinya nanti.
Belum jauh ia memikul dipan buatannya, seorang ibu memanggil dan memintanya mampir,
"wah, dipannya bagus sekali, dijual berapa pak?"
Lelaki muda itu bingung sesaat, ia tak bermaksud menjual dipan itu. Tetapi si ibu segera menyodorkan uang membayar dipan yang dibawa lelaki muda itu. Melihat jumlah uang yang disodorkan, pikiran lelaki muda itu berubah, diserahkannya dipan yang dibawanya.
Lelaki muda itu bertambah riang, hari itu ia bisa pulang dengan membawa sekantung uang dari penjualan dipan. Dari kejauhan isterinya tengah menunggu di depan rumah, "ah, pasti isteriku sangat senang hari ini..." pikir lelaki muda itu.
Namun, beberapa saat kemudian langkah si lelaki muda dihentikan oleh dua orang perampok yang langsung merebut sekantung uang dari genggaman si lelaki muda. Kejadian itu terjadi begitu cepat, bahkan si lelaki muda tak mampu melakukan gerakan apapun kecuali terkejut dan terpukul atas kejadian yang menimpanya.
Isterinya yang berada di depan rumah berlari menghampiri dan bertanya,
"Kang, apa yang direbut para perampok itu?"
"Bukan apa-apa... hanya sekeping koin penyok..." jawab si lelaki muda dengan datar tanpa penyesalan.
Amanat :
Sesungguhnya kita hidup berawal dari ketiadaan...
Harta, Pangkat, Jabatan, hanyalah titipan Allah, media untuk beribadah kepada-Nya.
Maka ketika Allah menghendaki mengambilnya, ikhlaskanlah.
Tak ada yang abadi...