Hari itu, Selasa, 26 Oktober 2010 gempa menggetarkan dinding tempat aku bersandar sambil menonton televisi. Firasatku berkata gunung Merapi meletus dahsyat, karena rumahku yang berjarak ratusan kilometer arah barat gunung Merapi saja ikut bergetar keras. Benar saja, beberapa menit kemudian televisi menayangkan breaking news tentang meletusnya gunung Merapi. Aku sekeluarga menjadi gelisah, apa lagi ibuku. Karena keluarga mbakyu dan Paklikku ada di bawah gunung Merapi. Apalagi komunikasi selalu gagal, jaringan seluler drop. Alkhamdulillah hari berikutnya hp bisa dihubungi, informasi melegakan, daerah mbakyuku hanya terimbas debu dan pasir.
Kamis, 28 Oktober 2010 televisi kembali memberitakan adanya letusan di gunung Merapi. Harap-harap cemas aku langsung menelpon mbakyuku, dini hari, terdengar suara panik dari hp, tak terdengar jelas suara mbakyuku, hanya tertangkap kalimat, "kami sedang berlari, hujan kerikil panas...tut...tut...tut..." telephon terputus. Sontak tangis ibu pecah pada malam dini hari itu. Sambil menenangkan ibu, aku menunggu beberapa saat sambil membayangkan kira2 sudah sampai sejauh mana pelarian keluarga mbakyuku di sana. Setengah jam kemudian hp berdering, "Nik, kami mengungsi, tolong jemput kami..." Alkhamdulillah, akhirnya mbakyuku memberikan kabar, malam dini hari itu juga aku berusaha mencari mobil carteran yang mau ku ajak atau minimal boleh aku sewa untuk kubawa ke Magelang. Beberapa pemilik kendaraan aku datangi, tetapi mereka keberatan meminjamkan mobilnya apalagi mengantarku ke Magelang, takut ga pulang.
Pilihan terakhir, aku datang ke rumah Paklik Ali di desa Kalijaran. Alkhamdulillah Bu Lik langsung menyodorkan kunci mobil Kijang ketika aku menyampaikan niatku meminjam mobil, sambil memberi pesan agar hati2 dan tetap berdo'a.
|
Jalan Raya Purworejo - Magelang |
Pukul 08.00 aku dengan ditemani Syukur meluncur dengan kecepatan tinggi menempuh jarak ratusan kilometer menuju kota Magelang. sekitar 2,5 jam aku berhasil menempuh jalan Purbalingga - Kertek. Jalan pintas kupilih untuk mempercepat perjalanan, tetapi jalur Silentho ternyata lumpuh total karena pepohonan roboh, tak ada pilihan lain aku memacu Kijang Super menuju arah Purworejo. Tapi lagi-lagi jalan terhambat karena pepohonan bambu runtuh menutup jalan raya, untunglah penduduk sekitar ramai-ramai menebas pohon2 bambu yang roboh sehingga kami bisa meneruskan perjalanan. Pukul 10.30 kami memasuki jalan Raya Purworejo - Magelang. Suasana sudah mencekam, jalanan sepi bagi kota hantu, pepohonan layu tertimbun debu vulkanik.
|
Detik-detik Super Kijang lepas kontrol dan berputar 90 derajat |
Jalanan sudah mulai gelap karena hujan debu, tapi aku masih bisa memacu kendaraan hingga bagaikan terbang, jalanan yang lebar ga ada yang pakai kecuali aku. Memasuki Kota Salaman, tiba-tiba kendaraan lepas kendali, berputar 90 derajat. Kendaraan Super Kijangku meluncur deras dengan posisi menyamping. Debu yang tebal menutup aspal membuat roda Super Kijangku meleset. Beruntung, Allah masih memberikan perlindungan, setelah meluncur sejauh 20an meter dengan posisi menyamping, kendaraan berhenti di tengah jalan raya dengan posisi memotong jalan. Jantungku terasa nyaris lepas...
Selanjutnya perjalanan kutempuh dengan penuh hati-hati, aku ga berani menginjak pedal gas terlalu dalam, bahkan posisi presneling tetap kujaga di gigi 1, jalan sangat licin. Laju mobil ga stabil, roda belakang selalu mengarah ke samping kiri. Mobil bergerak dengan pantat serong kiri mepet di bahu jalan sedangkan moncong di tengah jalan.
|
Jalan Raya Salaman - Borobudur |
|
Pertigaan Jl. Syailendra menjelang Candi Borobudur dari arah Salaman |
|
Korban berjatuhan di jalan raya, di sebelah Candi Borobudur |
|
Depan Candi Borobudur |
|
Jl. Syailendra |
Di Borobudur, mbakyuku sekeluarga sudah menanti di emperan toko. Menurut mereka sudah dari jam 12 malam mereka berada di emperan itu. Masya Allah... Tapi sayang, keluarga Pak Lik, adik kandung ibuku tak ikut bersama mereka. Aku telpon ke rumah, memberikan khabar kepada ibu di rumah. Ibu memberi perintah agar aku menjemput keluarga Paklik, itu artinya aku harus masuk ke daerah bahaya. Dengan tekad kuat dan do'a memohon perlindungan Allah, kendaraan kembali aku bawa bergerak pelan menuju rumah Pak Lik di bawah gunung Merapi.
|
Candi Mendut porak poranda |
|
Kendaraan Dalmas Polisi mengangkut pengungsi |
|
Berpapasan dengan kendaraan Basarnas |
|
Jalan Raya Magelang - Yogyakarta, tertutup debu setinggi 10-15 cm |
|
Kota Muntilan porak poranda sesepi kota mati |
|
Berpapasan ambulan dari arah Merapi |
|
Tiba di rumah Pak Lik di kaki Gunung Merapi |
Alkhamdulillah pukul 16.00 sore kami sampai di rumah Pak lik. Perjalanan yang seharusnya hanya setengah jam dari Borobudur kami tempuh hingga 4 jam karena kondisi jalan yang gelap gulita dan licin.
|
Kondisi Rumah Mbakyu |
Pukul 16.30 kami memutuskan untuk segera turun karena hujan turun. Bukan hujan debu...tetapi hujan lumpur, pasir, dan kerikil...
|
Gelap gulita akibat hujan lumpur |
|
Kendaraan Dalmas Polisi menaikkan pengungsi |
Pukul 19.00 kami berhasil keluar dari daerah bencana melalui jalur Kota Magelang - Secang, dan tiba di Purbalingga dengan selamat pada pukul 21.00 malam.