Mentari sudah mulai condong ke sisi barat. Jam di arlojiku menunjuk angka 14.20. Suasana pos pendaftaran di jalur pendakian gunung Slamet di desa Bambangan belum terlalu ramai, maklum meskipun sudah masuk bulan Agustus tetapi masih tanggal 9 Agustus 2013. Setelah berbasa-basi dengan petugas tiket dan meninggalkan kartu identitas, aku mengumpulkan tim kecilku di belakang mobil yang ku parkir tidak jauh dari gardu tiket. Hari itu, Jum'at, 9 Agustus 2013 aku bersama Sabdo Mulyono, Urip Pujiono, Ibu Yayan, dan anak perempuanku semata wayang Nikita Sukma Mulia Pradani akan melakukan pendakian ke gunung Slamet. Pendakian perdana untuk Nikita, anakku di gunung tertinggi ke dua di pulau Jawa setelah Mahameru. Berdiri megah diantara kabupaten Tegal, Banyumas, dan Purbalingga dengan ketinggian 3432 mdpl, gunung Slamet menyajikan tantangan luar biasa untuk para pendaki.
Setelah semua peralatan mendaki melekat erat di tubuh, diawali dengan do'a bersama, pukul 15.30 pendakian dimulai. Track pertama yang harus dilalui adalah perkebunan penduduk yang terbentang luas, sejuk, cantik, dan menyajikan panorama nan indah.
Pendakian langsung disambut track menanjak saat memasuki vegetasi tumbuhan pinus. Perjalanan dari basecamp Pondok Pemuda hingga Pos I Pondok Gemirung memakan waktu hampir 3 jam perjalanan. Maklum ini pendakian perdana buat anak perempuanku. Aku tak mengutamakan kecepatan, mengingat kondisi fisik anakku tentu belum terbiasa, apalagi sekali ikut mendaki gunung langsung melahap jalur pendakian gunung Slamet yang ekstrim.
Perjalanan langsung diteruskan dari Pondok Gemirung yang sudah padat oleh pendaki. Track terjal dan licin di sela-sela pepohonan hutan tropis menjadi menu utama sepanjang perjalanan. Mentari mulai tenggelam di ufuk barat, gelap mulai menyelimuti. Cahaya lampu senter menjadi andalan menembus lebatnya hutan gunung Slamet.
Jarak antar Pos di jalur pendakian gunung Slamet amat jauh. Untuk mencapai Pos II biasanya harus menempuh perjalanan 2 - 3 jam dengan track menanjak jarang mendapatkan bonus track landai, bahkan bisa dibilang hampir tidak ada. Pukul 22.30 tim sudah melewati Pos II mendekati Pos III. Kondisi fisik Nikita nampak mulai turun drastis, berkali-kali ia duduk kelelahan, bahkan terkadang tas punggungnya dijatuhkan. Untuk mengurangi beban, beberapa botol air mineral dan perbekalan yang berat aku ambil alih, praktis ia hanya membawa bekal yang ringan-ringan dan air mineral sekedarnya saja. Menjelang Pos III, Nikita menjatuhkan diri, tidur tengkurap setelah sebelumnya beberapa kali mencoba merangkak menaklukkan sulitnya medan. Semangatnya masih ada, agar dapat melanjutkan perjalanan seluruh perbekalan aku ambil alih. Nikita bisa melanjutkan perjalanan walo nampaknya tidak begitu nyaman. Perjalanan makin lambat, menjelang Pos III Pondok Cemara Nikita sudah semakin sering merangkak.
Kondisinya membuat ciut nyaliku. Pukul 24.00 tim tiba di Pos III Pondok Cemara. Kuputuskan beristirahat total untuk memulihkan kondisi fisik tim, terutama Nikita. Kebetulan di Pos III Pondok Cemara kontur tanah landai dan banyak tempat untuk mendirikan tenda, apalagi biasanya tak ada pendaki yang berminat bersitirahat untuk waktu yang lama apa lagi mendirikan tenda di Pos III sampai Pos IV, tempat favorit mereka biasanya di Pos V Samyang Kendit dan Pos VII Samyang Jampang, karena di kedua pos tersebut terdapat shelter yang cukup nyaman untuk beristirahat.
Udara mulai terasa dingin menusuk tulang. Hampir 2 jam kami beristirahat ditemani api unggun. Namun kondisi fisik Nikita tak membaik, pukul 02.00 kuputuskan untuk turun ke Pos I Pondok Gemirung agar kondisi Nikita tidak semakin memburuk. Di Pos I terdapat shelter dan kita bisa mendirikan tenda di dalam shelter, sehingga dapat mengurangi dinginnya udara.
Berjalan turun biasanya bisa ditempuh dengan waktu yang lebih singkat. Pukul 04.00, tim sudah kembali berada di Pos I Pondok Gemirung. Karena tenda doom hanya ada 1 buah, maka bu Yayan dan Nikita beristirahat di dalam tenda, sementara aku, Sabdo, dan Puji tidur di luar tenda. Meskipun udara tetap terasa super dingin, tetapi dinding shelter cukup mampu menahan hembusan angin dan siraman embun sehingga mengurangi penderitaan.
Pendakian langsung disambut track menanjak saat memasuki vegetasi tumbuhan pinus. Perjalanan dari basecamp Pondok Pemuda hingga Pos I Pondok Gemirung memakan waktu hampir 3 jam perjalanan. Maklum ini pendakian perdana buat anak perempuanku. Aku tak mengutamakan kecepatan, mengingat kondisi fisik anakku tentu belum terbiasa, apalagi sekali ikut mendaki gunung langsung melahap jalur pendakian gunung Slamet yang ekstrim.
Perjalanan langsung diteruskan dari Pondok Gemirung yang sudah padat oleh pendaki. Track terjal dan licin di sela-sela pepohonan hutan tropis menjadi menu utama sepanjang perjalanan. Mentari mulai tenggelam di ufuk barat, gelap mulai menyelimuti. Cahaya lampu senter menjadi andalan menembus lebatnya hutan gunung Slamet.
Jarak antar Pos di jalur pendakian gunung Slamet amat jauh. Untuk mencapai Pos II biasanya harus menempuh perjalanan 2 - 3 jam dengan track menanjak jarang mendapatkan bonus track landai, bahkan bisa dibilang hampir tidak ada. Pukul 22.30 tim sudah melewati Pos II mendekati Pos III. Kondisi fisik Nikita nampak mulai turun drastis, berkali-kali ia duduk kelelahan, bahkan terkadang tas punggungnya dijatuhkan. Untuk mengurangi beban, beberapa botol air mineral dan perbekalan yang berat aku ambil alih, praktis ia hanya membawa bekal yang ringan-ringan dan air mineral sekedarnya saja. Menjelang Pos III, Nikita menjatuhkan diri, tidur tengkurap setelah sebelumnya beberapa kali mencoba merangkak menaklukkan sulitnya medan. Semangatnya masih ada, agar dapat melanjutkan perjalanan seluruh perbekalan aku ambil alih. Nikita bisa melanjutkan perjalanan walo nampaknya tidak begitu nyaman. Perjalanan makin lambat, menjelang Pos III Pondok Cemara Nikita sudah semakin sering merangkak.
Kondisinya membuat ciut nyaliku. Pukul 24.00 tim tiba di Pos III Pondok Cemara. Kuputuskan beristirahat total untuk memulihkan kondisi fisik tim, terutama Nikita. Kebetulan di Pos III Pondok Cemara kontur tanah landai dan banyak tempat untuk mendirikan tenda, apalagi biasanya tak ada pendaki yang berminat bersitirahat untuk waktu yang lama apa lagi mendirikan tenda di Pos III sampai Pos IV, tempat favorit mereka biasanya di Pos V Samyang Kendit dan Pos VII Samyang Jampang, karena di kedua pos tersebut terdapat shelter yang cukup nyaman untuk beristirahat.
Udara mulai terasa dingin menusuk tulang. Hampir 2 jam kami beristirahat ditemani api unggun. Namun kondisi fisik Nikita tak membaik, pukul 02.00 kuputuskan untuk turun ke Pos I Pondok Gemirung agar kondisi Nikita tidak semakin memburuk. Di Pos I terdapat shelter dan kita bisa mendirikan tenda di dalam shelter, sehingga dapat mengurangi dinginnya udara.
Berjalan turun biasanya bisa ditempuh dengan waktu yang lebih singkat. Pukul 04.00, tim sudah kembali berada di Pos I Pondok Gemirung. Karena tenda doom hanya ada 1 buah, maka bu Yayan dan Nikita beristirahat di dalam tenda, sementara aku, Sabdo, dan Puji tidur di luar tenda. Meskipun udara tetap terasa super dingin, tetapi dinding shelter cukup mampu menahan hembusan angin dan siraman embun sehingga mengurangi penderitaan.