Jalur lintas Semarang via wonosobo padat merayap, semenjak berangkat dari Purbalingga hingga melewati Banjarnegara Tim berkali-kali terjebak kemacetan parah di beberapa titik. Maklum hari itu dalam masih suasana lebaran. Kemacetan paling parah terjadi saat memasuki kota Wonosobo. Kendaraan amat padat bahkan nyaris tak bergerak.
Hari itu, Minggu 3 Agustus 2014 Tim Pendaki Garwita PALA Purbalingga akan melaksanakan ekspedisi pendakian Gunung Sindoro di Wonosobo, Jawa Tengah. Tim beranggotakan lima orang, Azam Chamid Putra Alam, Urip Pujiono, Sabdo Mulyono, Nikita (anak perempuan semata wayangku), dan aku sendiri sebagai penunjuk jalan sekaligus driver dan harus siap menjadi porter bagi anakku nanti.
Menjelang keluar dari kota Wonosobo memasuki Kertek, aku sudah tak mampu lagi menahan pegal-pegal di kaki akibat berjam-jam berjibaku dengan padatnya kendaraan di jalan raya, menjejak rem, gas, kopling terus menerus sejak dari pukul 14.00 saat start dari basecamp Garwita PALA Purbalingga hingga keluar dari kota Wonosobo pukul 17.00 dengan jalur menanjak. Mobil Mitsubishi T120SS biruku kubawa masuk ke areal parkir di depan sebuah Hypermart, tujuan utamanya adalah istirahat sebentar siapa tahu nanti menjelang maghrib jalan sudah agak sepi sembari berbelanja beberapa kebutuhan logistik. Ternyata dugaanku salah, jalanan tetap padat merayap. Ahirnya dengan susah payah aku melanjutkan perjalanan menyusuri jalan terjal berliku dalam kemacetan panjang Kertek. Tim tiba di Kledung Pass pada pukul 20.00 tentu saja setelah berhenti beberapa saat di Kertek untuk menunaikan shalat
maghrib dan makan malam di sebuah warung pecel lele lamongan, makanan favoritku. Sungguh luar biasa, Purbalingga-Kledung yang biasanya ditempuh dalam waktu tak lebih dari 3 jam, hari itu harus ditempuh hingga 6 jam.
Sementara Tim mempersiapkan segala peralatan dan logistik masing-masing untuk pendakian, aku mengurus perijinan pendakian di posko. Pukul 20.30 Tim memulai perjalanan dari posko pendakian Sindoro di Kledung. Udara sudah mulai terasa dingin. Track pertama melintasi jalan-jalan kampung,meskipun ada ojek yang menawarkan transportasi sampai ke Pos 1, tetapi tim memutuskan untuk tetap berjalan kaki saja. Habis melahap track di sela-sela kepadatan rumah penduduk, track berikutnya adalah hamparan perkebunan tembakau yang sedang subur menghijau. Beberapa kali perjalanan tim terlampaui oleh pendaki-pendaki yang memilih memanfaatkan tukang ojek. Setelah berjalan kurang lebih satu setengah jam, tim tiba di Pos I.
Tak seperti gunung Slamet di Purbalingga, setelah sampai di Pos I, perjalanan disambut track landai dan tak terlalu menyita energi. Hanya saja jumlah pendaki yang padat hampir mirip kepadatan jalan raya Purbalingga-Kledung Pass tadi sore membuat pendakian kurang begitu nyaman. Dan yang
paling menyedihkan, ada sebagian pendaki yang kurang peduli dengan lingkungan. Sampah plastik yang mereka hasilkan dari sisa kemasan makanan dan minuman dibuang begitu saja di sepanjang jalur pendakian. Track kembali menanjak saat memasuki Pos II. Pos II berada di punggungan bukit, di pos ini sudah banyak sekali pendaki mendirikan tenda dan beristirahat. Tim memutuskan untuk beristirahat dan mendirikan tenda.
Pendakian kali ini hampir mirip dengan pendakian kami ke Merbabu, santai dan tim bisa punya waktu istirahat yang lebih longgar. Pukul 04.00 tim kembali melanjutkan pendakian, attack summit...
Gunung bukan tempat sampah, bawa turun dan buanglah di tempat sampah! |